JAKARTA – Insiden tak terduga terjadi di sela kunjungan kerja Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Kota Semarang, Jawa Tengah. Seorang ajudan Kapolri diduga melakukan tindakan kekerasan terhadap seorang wartawan yang tengah menjalankan tugas peliputan.
Peristiwa ini terjadi pada Sabtu, 5 Apil 2025, saat Kapolri menghadiri kegiatan di Stasiun Tawang, Semarang. Sejumlah jurnalis dari berbagai media telah berkumpul di lokasi untuk melakukan peliputan. Namun, suasana berubah memanas ketika seorang wartawan dari salah satu media mencoba mendekat untuk mengambil gambar dan mengajukan pertanyaan.
Menurut kesaksian beberapa rekan jurnalis di lapangan, ajudan Kapolri tiba-tiba mendorong dan memukul wartawan tersebut dengan alasan dianggap terlalu dekat dengan Kapolri. Tindakan ini langsung mengundang kecaman dari kalangan media karena melanggar Pasal 18 UU No. 40/1999 tentang Pers.
Kapolri Listyo Sigit Prabowo awalnya meragukan bahwa pelaku yang mendorong dan memukul wartawan adalah ajudannya. Menurutnya, pelaku tersebut adalah dari perangkat pengamanan. Meski begitu, Kapolri tetap meminta maaf dan akan menindak tegas apabila ajudannya terbukti bersalah.
“Saya baru mendengar (dugaan kekerasan ajudan) dari link berita. Namun kalau benar itu terjadi, saya sangat menyesalkan kejadian tersebut,” kata Listyo, yang dikutip Senin, 7 April 2025.
“Saya pribadi minta maaf atas insiden yang terjadi dan membuat tidak nyaman teman-teman media,” lanjutnya.
Sementara itu, organisasi Pewarta Foto Indonesia (PFI) Semarang dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang meminta agar kasus ini segera diusut tuntas dan mendorong perlindungan lebih bagi wartawan yang sedang bertugas. AJI juga mengimbau semua pihak untuk menghormati kebebasan pers sebagai bagian dari demokrasi.
Sebelumnya, dunia jurnalistik kembali dicederai oleh kekerasan aparat. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang dan Pewarta Foto Indonesia (PFI) Semarang mengecam keras tindakan brutal ajudan Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), yang melakukan kekerasan fisik terhadap jurnalis.
Insiden terjadi saat para jurnalis tengah meliput agenda Kapolri meninjau arus balik di Stasiun Tawang Semarang, Sabtu (5/4) petang.
“Awalnya Kapolri menyapa seorang penumpang yang duduk di kursi roda. Saat itu, jurnalis dan pekerja humas mengambil gambar dari jarak yang wajar,” kata Ketua Divisi Advokasi AJI Semarang, M. Dafi Yusuf, Minggu (6/4).
Namun, suasana mendadak berubah tegang ketika salah satu ajudan Kapolri mendorong jurnalis dan humas secara kasar untuk mundur. Pewarta foto Kantor Berita Antara, Makna Zaezar, yang berusaha menyingkir ke peron justru dihampiri ajudan tersebut dan dipukul di bagian kepala.
Tak hanya itu, ajudan tersebut bahkan mengeluarkan ancaman terhadap jurnalis lain dengan kalimat, “Kalian pers, saya tempeleng satu-satu.”
Menurut pengakuan sejumlah jurnalis, ada yang juga mengalami dorongan keras, intimidasi verbal, bahkan dicekik. Kekerasan ini menimbulkan trauma dan rasa direndahkan di kalangan jurnalis.
“Ini adalah pelanggaran nyata terhadap Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” tegas Dafi.
AJI dan PFI Semarang menyatakan sikap tegas:
1. Mengecam keras tindakan kekerasan ajudan Kapolri terhadap jurnalis dan segala bentuk penghalangan kerja jurnalistik.
2. Menuntut permintaan maaf terbuka dari pelaku kekerasan terhadap jurnalis.
3. Meminta Polri memberikan sanksi kepada anggota pelaku kekerasan tanpa pandang bulu.
4. Menuntut reformasi internal agar tindakan semacam ini tak terulang.
5. Mengajak media, organisasi jurnalis, dan masyarakat sipil untuk mengawal kasus ini sampai tuntas.(red)