Fraksi Hanura-PKB Pertanyakan Langkah Konkrit Pasca Dicabutnya Perda RDTR

MEDAN – Fraksi Hanura-PKB pertanyakan langkah konkrit Pemkot Medan pasca dicabutnya Perda Kota Medan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi Kota Medan Tahun 2015-2035.

Fraksi Hanura-PKB pertanyakan langkah konkrit Pemkot Medan pasca dicabutnya Perda RDTR itu disampaikan Ketua Fraksi Hanura-PKB DPRD Kota Medan, Janses Simbolon, dalam pemandangan umum fraksi atas penjelasan Wali Kota Medan terhadap Ranperda pencabutan Perda No 2 Tahun 2015 tentang RDTR dan Peraturan Zonasi Kota Medan Tahun 2015-2035 dalam sidang paripurna DPRD Kota Medan, Senin (10/2/2025).

Sidang paripurna di pimpin Ketua DPRD Wong Cun Sen bersama Wakil Ketua Rajudin Sagala, Zulkarnaen dan Hadi Suhendra. Hadir saat itu Wali Kota Medan Bobby Nasution, Pj Sekda Kota Medan Topan OP Ginting, para anggota DPRD Kota Medan serta segenap pimpinan OPD Pemkot Medan.

Janses juga mempertanyakan bagaimana Peraturan Pemerintah mengatur tentang penataan ruang di Kota Medan serta pedoman teknis yang digunakan dalam pelaksanaan penataan ruang di Kota Medan sebagaimana disampaikan dalam penjelasan Wali Kota Medan pada sidang paripurna sebelumnya.

Menurut Fraksi Hanura-PKB, kata Janses, tidak masalah dicabutnya Perda Nomor 2 Tahun 2015 tentang RDTR dan Peraturan Zonasi, sepanjang memiliki argumentasi dan landasan hukum yang tepat. Sebab, Perda RDTR dan Peraturan Zonasi Kota Medan Tahun 2015-2035 sudah tidak relevan dan bertentangan dengan kepentingan nasional.

Perkembangan Kota Medan sebagai Ibukota Sumatera Utara, kata Janses, telah mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa dekade terakhir. Hal ini tercermin dari peningkatan jumlah penduduk, meningkatnya aktivitas ekonomi dan perluasan wilayah kota. “Perubahan ini mempengaruhi tata ruang Kota Medan secara signifikan, termasuk dalam pola penggunaan lahan,” katanya.

Analisis terhadap pola penggunaan lahan di Kota Medan, sambung Janses, menunjukkan beberapa tren, yakni terjadi perubahan fungsi lahan dari pertanian dan hutan menjadi kawasan hunian, perkantoran dan perdagangan. “Hal ini dipicu oleh tingginya permintaan akan hunian dan ruang komersial sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan ekonomi,” katanya.

Kemudian, terjadi perluasan kawasan industri di pinggiran kota, menyusutnya ruang terbuka hijau. “Perubahan dalam pola penggunaan lahan ini memiliki dampak yang signifikan terhadap keberlanjutan Kota Medan,” ujarnya.

Untuk mewujudkan tata ruang yang baik, tambah Janses, harus ada komitmen kuat dari Pemkot agar tetap berjalan tertib dan mematuhi kesepakatan yang telah ditetapkan. “Sebelum program pembangunan di tentukan, Pemkot harus terlebih dahulu menetapkan pola ruang dan struktur ruang kota. Hal ini untuk menghindari kota dari berbagai konflik dan kesemrawutan,” ungkapnya. (AR)

#DPRDMedan