MEDAN – Legislator minta Wali Kota Medan, Rico Tri Putra Bayu Waas, segera terbitkan Peraturan Wali Kota (Perwal) pedoman pembentukan lingkungan. Sebab, sampai saat ini petunjuk tekhnis pelaksanaan pembentukan lingkungan itu belum ada.
Legislator minta Wali Kota Medan segera terbitkan Perwal pedoman pembentukan lingkungan itu oleh Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN)-Perindo DPRD Kota Medan, T. Bahrumsyah, kepada wartawan di Medan, Senin (5/5/2025).
Permintaan itu disampaikannya terkait adanya wacana untuk melakukan revisi terhadap Perda Nomor 9 tahun 2017 tentang Pedoman Pembentukan Lingkungan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Lingkungan.
Garis besar Perda No. 9 tahun 2017 itu, kata Bahrumsyah, ada dua Bab yakni Bab Lingkungan dan Bab Kepala Lingkungan (Kepling). “Artinya, awalnya lingkungan dulu, baru Kepling,” katanya
Sementara ruang lingkup Perda sebagaimana tertuang pada Bab III Pasal 4, sebut Bahrumsyah, di antaranya meliputi pembentukan lingkungan, Kepling dan pendanaan. “Soal pendanaan, termasuk juga untuk pembentukan lingkungan itu,” katanya.
Ruang lingkup pembentukan lingkungan sebagaimana disebutkan pada Bab IV Pasal 5, sambung Bahrumsyah, tentang pemekaran lingkungan atau penggabungan lingkungan (merger).
“Perwal soal penggabungan dan pemekaran lingkungan ini yang tidak ada. Harusnya dibereskan dulu rumahnya, baru dicari penjaganya. Bukan sebaliknya penjaganya yang diurus, sementara rumahnya belum beres. Jadi, Wali Kota harus segera mengeluarkan Perwal baru tentang pedoman pembentukan lingkungan itu sesuai amanat Perda,” pintanya.
Saat ini, lanjut Bahrumsyah, menjadi momentum awal untuk melakukan pembentukan atau penggabungan lingkungan, karena pesta demokrasi sudah usai dan data kependudukan saat ini tidak dipakai untuk kepentingan politik.
“Jadi, tahun 2029 nanti sudah data baru. Kemarin belum jalan, karena alasannya data masih dipakai untuk menetukan Daftar Calon Sementara (DCS) dan Daftar Calon Tetap (DCT) serta penetapan TPS untuk Pileg,” ujarnya.
Kepling hari ini, kata Bahrumsyah, banyak yang tidak mampu menangani wilayahnya, karena sudah terlalu over. Dari 2001 Kepling di Kota Medan beban kerjanya tidak adil, sementara menerima upah sama besarnya.
“Contoh, di Marelan dengan penduduk mencapai 200 ribu jiwa hanya terdapat 100 orang Kepling. Artinya, 1 orang Kepling harus memimpin sekitar 2.000 jiwa. Sedangkan di Belawan dengan penduduk mencapai 111 ribu jiwa terdapat 143 Kepling. Artinya, 1 orang Kepling memimpin sekitar 700 lebih. Inikan tidak sebanding,” ungkapnya.
Bahkan, sebut Bahrumsyah, ada lingkungan tidak memiliki warga namun ada Kepling-nya. “Warganya sudah pindah tempat tinggal, namun data kependudukannya masih tercatat di tempat yang lama,” ujarnya.
Bahrumsyah tidak menampik persoalan lingkungan sesuai amanat Perda No. 9 tahun 2017 tidak berjalan. Padahal, sesuai Bab IV Pasal 5 ayat (2) menyebutkan pembentukan lingkungan adalah berupa pemekaran lingkungan dan penggabungan lingkungan.
Pada Pasal 6 disebutkan pemekaran lingkungan itu berupa pemecahan lingkungan untuk menjadi dua atau lebih menjadi lingkungan baru melalui hasil dari penataan wilayah lingkungan, paling sedikit harus memenuhi syarat jumlah penduduk, luas wilayah, bagian wilayah kerja serta sarana dan prasarana pemerintahan.
Sedangkan pada Pasal 9 menyebutkan pembentukan lingkungan berdasarkan jumlah penduduk wajib memiliki jumlah penduduk paling sedikit 150 kepala keluarga. Sementara pada Pasal 10 disebutkan dengan luas wilayah minimal 1 hektar. “Hingga saat ini, hal inilah yang tidak berjalan, justru yang diurus Kepling bukan lingkungannya,” pungkasnya. (AR)