Bantah Jaksa Hendrik Edison, Nicholas: tidak boleh ada orang yang tidak bersalah, dihukum di negara ini
MEDAN – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumut, Dr. Hendrik Edison SH MH akhirnya buka suara terkait kasus perpajakan dengan terdakwa Steven Jauhari Hiu.
JPU Dr. Hendrik Edison SH MH mengatakan, Perkara pajak masuk kedalam perkara Administrasi dengan Sanksi Pidana sebagai alternatif terakhir (Ulmtimum Remedium). Amin Jauhari juga tersangka akan tetapi dia sudah menyelesaikan pembayaran denda sebelum sidang (Penuntutan) di Kantor Pajak sehingga sesuai UU Pajak perkaranya selesai tanpa sidang.
“Steven sudah diberi kesempatan, akan tetapi tidak mau membayar denda maka sebagai langkah akhir diproses di pengadilan,” tegasnya kepada lintaswarta.net, Selasa (25/2).
Disinggung tentang 46 perusahaan tidak dihadirkan dalam persidangan, JPU DR. Hendrik Edison SH MH menjelaskan, sebenarnya terdakwa juga sudah mengakui semua faktur pajak yang diterbitkan untuk semua perusahaan sebagai lawan transaksi adalah benar faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya.
“Kita sudah panggil cuma ada yang tidak hadir,” terang JPU Dr. Hendrik Edison SH MH.
Ditanya, masih ada panggilan selanjutnya untuk 46 perusahaan ini, JPU Dr. Hendrik Edison SH MH belum menjawab hingga berita ini terbit.
Kuasa Hukum terdakwa Steven Jauhari Hiu ketika dikonfirmasi, membantah jawaban JPU Dr. Hendrik Edison SH MH, “tidak benar kalau itu keterangan jaksa,” ungkap Nicholas Sutisman SH MH.
Berdasarkan fakta persidangan, jelas Steven Jauhari Hiu itu tidak mengetahui adanya transaksi yang tidak sebenarnya atas faktur pajak yang dituntut JPU, yang anehnya masa membuktikan faktur pajak tidak sebenarnya terkait 49 perusahaan yang dimaksud dalam surat tuntutan JPU, hanya dengan menghadirkan 3 perusahaan di persidangan, itu pun 3 perusahaan yang dihadirkan ke pengadilan telah mengaku melakukan pembetulan pembayaran ke negara dan menerangkan tidak mengenal Steven Jauhari Hiu, dimana lagi letak kerugian negara yang dimaksudkan JPU.
“Kasus Steven ini harus dibuka seterang-terangnya, tidak boleh ada orang yang tidak bersalah dihukum di negara ini. Ini tidak boleh menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia, pungkas Nicholas, Kamis (27/2) sore,(asen/rahmat)