MEDAN – Buntut intimidasi yang dialaminya saat melakukan peliputan sidang di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Deddy Irawan (23) membuat laporan pengaduan ke Polrestabes Medan.
Laporan pengaduan Deddy yang merupakan wartawan Harian Mistar tersebut tertuang dalam Nomor : LP/B/642/II/2025/SPKT/POLRESTABES MEDAN/POLDA SUMATERA UTARA.
Kepada polisi, Deddy menyampaikan, tindakan intimidasi yang dialaminya bermula saat meliput sidang kasus penipuan dan penggelapan di Ruang Sidang Cakra 4 PN Medan, pada Selasa (25/2/25).
“Saat sidang berjalan, saya mengambil foto di dalam ruang sidang. Lalu ada beberapa pria yang diduga preman memanggil saya, tapi tidak saya hiraukan,” ucapnya.
Karena tak dihiraukan, kata Deddy, dirinya dipanggil oleh Panitera Pengganti (PP) Sumardi yang berada di luar ruangan sidang.
“Di luar ruang sidang itu terjadi intimidasinya. Saya dipaksa menghapus foto yang diambil di dalam ruang sidang. Bahkan hp saya dirampas pria diduga preman itu dan menghapus foto yang mereka inginkan dengan alasan tidak ada izin saat mengambil foto,” katanya.
Tak hanya pria yang diduga preman saja, perintah menghapus foto tersebut juga datang dari oknum PP bernama Sumardi itu.
“Pak Sumardi juga menyuruh hapus sambil memegang lengan kanan saya,” katanya.
Diketahui, Panitera Pengganti (PP) Pengadilan Negeri (PN) Medan bernama Sumardi dan sejumlah orang yang diduga preman memaksa wartawan Mistar menghapus foto persidangan.
Insiden ini terjadi ketika awak Mistar meliput sidang kasus penipuan yang menyeret terdakwa Desiska Br. Sihite di Ruang Sidang Cakra 4 PN Medan, Selasa (25/2/2025) sore.
Awalnya, awak Mistar memasuki ruang sidang ketika persidangan belum dimulai. Setelah sidang yang beragendakan pembacaan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas nota keberatan (eksepsi) terdakwa dimulai, awak Mistar pun mengambil dokumentasi persidangan dengan berdiri.
Tak berselang lama, usai pengambilan foto dilakukan, awak Mistar pun duduk di kursi pengunjung sidang. Namun, tiba-tiba sejumlah orang diduga preman yang berada di depan pintu ruang sidang memanggil awak Mistar tanpa diketahui apa maksudnya.
Saat itu, awak Mistar tak langsung merespons panggilan tersebut lantaran sedang fokus mengikuti persidangan. Namun, awak Mistar terus dipanggil sampai ada seseorang yang masuk dan menyentuh lengan awak Mistar.
Ada juga seorang ibu-ibu yang duduk di belakang awak Mistar menyampaikan supaya awak Mistar merespons panggilan sejumlah orang tersebut.
Di saat bersamaan, ada PP Sumardi di luar ruang sidang yang juga memanggil awak Mistar. Karena dipanggil, awak Mistar pun keluar dari ruang sidang dan menghampiri PP Sumardi serta sejumlah orang tersebut.
Ketika keluar, mereka langsung mengepung dan mencecar pertanyaan kepada awak Mistar. Di antara pertanyaannya menyangkut soal izin pengambilan foto ke majelis hakim, apa yang difoto, hingga wartawan dari media mana.
Awak Mistar pun menjawab pertanyaan mereka dan bahkan menunjukkan kartu pers yang tergantung di leher awak Mistar yang membuktikan bahwa dirinya benar-benar seorang wartawan.
Namun, mereka mengabaikan hal tersebut. Sampailah pada paksaan penghapusan foto. Mereka termasuk PP Sumardi meminta awak Mistar untuk menghapus foto tersebut karena dianggap mengambil foto tanpa izin.
“Hapus,” ucap Sumardi beberapa kali sambil memegang lengan kanan awak Mistar.
Saat itu, awak Mistar tetap berupaya supaya foto tersebut tak dihapus. Namun, awak Mistar tetap dipaksa bahkan ada seseorang di antara mereka menyentuh gawai yang digunakan untuk mengambil foto.
Tak hanya menyentuh, bahkan seseorang itu yang menghapus foto tersebut. Setelah dihapus, awak Mistar pergi meninggalkan mereka dan tak mendapatkan peliputan persidangan kasus penipuan tersebut.
Dalam proses pengambilan foto persidangan majelis hakim yang diketuai Lucas Sahabat Duha tidak ada melarang awak Mistar untuk mengambil foto.(red)