Lintas Mengabarkan
Iklan Paunk

Acong Latif: Wartawan Tidak Bisa Dijerat UU ITE

JAKARTA – Pengacara kondang, Acong Latif yang juga sebagai kuasa hukum Persatuan Jurnalis Sampang (PJS) menjelaskan saat di acara diskusi dengan tema “Kebebasan Pers dan Karya Jurnalistik Indonesia.” Melalui aplikasi Zoom bersama wartawan. Saat itu ia (Acong Latif) menyampaikan bahwa Polisi tidak bisa memeriksa wartawan perihal karya jurnalistik, Sabtu, (27/04/2024).

“Jika teman-teman Pers dipanggil penyidik perihal itu, berarti Penyidik tersebut telah menabrak beberapa aturan dan melanggar Pasal 8 Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers yang berbunyi: Dalam menjalankan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum,” kata Acong Latif.

Diskusi Acong Latif dan jurnalis yang tergabung di asosiasi Persatuan Jurnalis Sampang terus berlanjut. Ia pun menjelaskan bahwa sudah jelas di Mou Polri dan Dewan Pers.

Wartawan di Indonesia ini ibaratkan anak kandung Dewan Pers. Jadi sepenuhnya dilindungi oleh Dewan Pers dan sudah jelas MoU Polri dan Dewan Pers ialah tentang koordinasi dalam perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan yang juga dilanggar,” jelas Acong Latif, pengacara kondang asal Madura yang saat ini berdomisili di Ibu Kota Jakarta.

Dengan ciri khas senyumannya Acong Latif pun menceritakan bahwa wartawan tidak dapat dijerat dengan UU ITE.

“Wartawan ini sangat spesial ya mas. Karena tidak dapat dijerat dengan UU ITE, jika ada karya jurnalistik yang dianggap melenceng untuk menyelesaikan sengketa hasil jurnalistik tersebut harus di Dewan Pers. Polisi tidak bisa menjerat wartawan dengan UU ITE. Hal ini sudah tertera jelas adalam Pasal 15 UU Pers dan ditegaskan kembali lewat putusan Mahkamah Agung,” kata Acong Latif pria tampan yang pernah mengeyam pendidikan ilmu hukum di Kota Bandung ini kepada awak media, Sabtu (27/4/2024).

Acong Latif, yang juga sebagai Kuasa Hukum Persatuan Jurnalis Sampang tersebut juga menegaskan bahwa wartawan memiliki hak tolak.

Wartawan juga memiliki hak tolak, sesuai Pasal 1 ayat 10 UU Pers 40/1999, wartawan memiliki hak tolak atas pemanggilan apa pun dari siapa pun, kecuali pemanggilan oleh pengadilan,” tegas Acong Latif.

Sementara itu beberapa waktu yang lalu, Wakapolri dengan tegas mengatakan, dengan adanya kesepakatan baru antara POLRi dan Dewan Pers; wartawan tidak bisa dijerat dengan UU ITE.

Wakil Kepala Polisi Republik Indonesia (Wakapolri) Komisaris Jenderal Polisi (Komjen Pol) Agus Andrianto SH MH mengingatkan kepada seluruh pihak, bahwa produk jurnalistik yang diproduksi lewat mekanisme jurnalisme yang sah dari perusahaan pers legal, tidak dapat dibawa ke ranah pidana. Produk tersebut juga tidak dapat dijerat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE.

Dengan demikian jelas seperti dikutip swarajabar.xyz, Wakapolri menjelaskan maka produk tersebut tidak dapat dijerat Undang-Undang Nomor 11 tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

“Untuk kasus yang memang dimunculkan adalah sesuatu hal yang benar (berita) wartawannya juga tidak boleh diproses, kalau memang berita itu benar bukan fitnah,” kata Wakapolri, Komjen Pol Agus, Kamis (8/2/2024).

Wakapolri Komjen Pol Agus Adrianto juga mengatakan, bahwa hal ini merupakan bagian dari kesepakatan antara Polri dan Dewan Pers, kesepakatan yang diperbarui ini wajib dipatuhi oleh pihak Kepolisian RI. Wakapolri juga menyampaikan kesepakatan ini juga melindungi pemberitaan yang diproduksi oleh perusahaan pers yang diakui dewan pers.

Kepolisian harus menggunakan mekanisme sengketa pers sesuai aturan yang ditetapkan dewan pers serta Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

“Kalau masih memungkinkan penegakan hukum itu menjadi pintu terakhir, tetapi setelah ditempuh klarifikasi, upaya mediasi para pihak, kalau sudah mentok baru diputuskan apakah penyelidikan dilanjutkan apa tidak,” ujar Wakapolri Komjen Pol Agus.

Sementara, Assisten Kapolri bidang Sumber Daya Manusia (Asst. SDM) Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan media sosial dan media massa siber adalah dua hal produk yang berbeda. Media sosial dibuat tanpa konfirmasi maupun klarifikasi.

“Adapun media massa siber sebaliknya. Media perusahaan pers bisa dikonfirmasi maupun diminta klarifikasi apabila terjadi kekeliruan pemberitaan,” ungkap Irjen Pol Dedi Prasetyo.

Irjen pol Dedi Prasetyo juga menekankan bagi teman-teman media, semua produk yang dihasilkan merupakan telah dilindungi oleh Undang-Undang RI.

“Saat ini kecepatan informasi di media sosial bisa semua mencakup tanpa batas waktu dan wilayah. Cuma produk jurnalistik harus bisa dipertanggung jawabkan baik diklarifikasi maupun dikonfirmasi,” imbuhnya.

Sebagai Kepala Divisi Humas Mabes Polri periode 2021-2023 Irjen Pol Dedi Prasetyo menambahkan, produk jurnalistik justru memberikan sosialisasi, edukasi dan memberikan pencerahan bagi masyarakat. Inilah yang tidak dimiliki produk atau konten yang ada pada media sosial yang tidak bisa dipertanggung jawabkan. Pihak Kepolisian juga berharap media bahu membahu memerangi konten berbau hoax apalagi di tahun politik yang tengah panas seperti saat ini.(*)

Tinggalkan komen

Alamat email anda tidak akan disiarkan.