Lintas Mengabarkan

Soal Wacana Revisi Perda No. 9/2017, Bahrumsyah: “Kita Bereskan Dulu Rumahnya, Baru Penjaganya”

MEDAN – Ketua Fraksi PAN-Perindo DPRD Kota Medan, T. Bahrumsyah, mengatakan “kita bereskan dulu rumahnya, baru penjaganya”. Sebab, garis besar di dalam Perda No. 9 tahun 2017 adalah lingkungan dahulu, baru Kepala Lingkungan (Kepling).

Bahrumsyah, mengatakan “kita bereskan dulu rumahnya, baru penjaganya” itu disampaikannya kepada wartawan di Medan, Senin (5/5/2025). Hal itu disampaikannya menyikapi adanya wacanakan sejumlah anggota DPRD Kota Medan akan merevisi Perda Kota Medan Nomor 9 tahun 2017 tentang Pedoman Pembentukan Lingkungan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepling.

Wacana merevisi tersebut, kata Bahrumsyah, sah-sah saja, karena itu merupakan hak setiap anggota dewan. Seharusnya, menurut Bahrumsyah, yang harus di selesaikan bukan persoalan Keplingnya, namun persoalan lingkungannya. “Artinya, rumahnya dulu kita bereskan, baru penjaganya,” katanya.

Ruang lingkup pembentukan lingkungan sebagaimana disebutkan pada Bab IV Pasal 5, sebut Bahrumsyah, tentang pemekaran lingkungan atau penggabungan lingkungan (merger). “Saat ini yang ada itu Perwal terkait Kepling, sedangkan Perwal soal penggabungan dan pemekaran lingkungan ini yang tidak ada,” katanya.

Jadi, sambung Bahrumsyah, tugas Wali Kota harus mengeluarkan Perwal baru tentang pedoman pembentukan lingkungan. “Segera terbitkan Perwal sesuai amanat Perda,” pintanya.

Saat ini, tambah Bahrumsyah, menjadi momentum awal untuk melakukan pembentukan atau penggabungan lingkungan, karena pesta demokrasi sudah usai dan data kependudukan saat ini tidak dipakai untuk kepentingan politik.

“Jadi, tahun 2029 nanti sudah data baru. Kemarin belum jalan, karena alasannya data masih dipakai untuk menetukan Daftar Calon Sementara (DCS) dan Daftar Calon Tetap (DCT) serta penetapan TPS untuk Pileg,” ujarnya.

Kepling hari ini, kata Bahrumsyah, banyak yang tidak mampu menangani wilayahnya, karena sudah terlalu over. Dari 2001 Kepling di Kota Medan beban kerjanya tidak adil, sementara upah yang diterima sama besarnya.

“Contoh, di Marelan dengan penduduk mencapai 200 ribu jiwa hanya terdapat 100 orang Kepling. Artinya, 1 orang Kepling harus memimpin sekitar 2.000 jiwa. Sedangkan di Belawan dengan penduduk mencapai 111 ribu jiwa terdapat 143 Kepling. Artinya, 1 orang Kepling memimpin sekitar 700 lebih. Inikan tidak sebanding,” ungkapnya.

Bahkan, sebut Bahrumsyah, ada lingkungan tidak memiliki warga namun ada Kepling-nya. “Warganya sudah pindah tempat tinggal, namun data kependudukannya masih tercatat di tempat yang lama. Persoalan lingkungan sesuai amanat Perda No. 9 tahun 2017 tidak berjalan,” ungkapnya. (AR)

Tinggalkan komen

Alamat email anda tidak akan disiarkan.