BEKASI – Lawyer senior Tony Budidjaja tengah menghadapi proses hukum terkait dugaan tindak pidana dalam penanganan kasus sengketa aset antara Vinmar Overseas, Ltd. dan PT Sumi Asih. Tony, yang bertindak sebagai kuasa hukum Vinmar Overseas, Ltd, malah ditetapkan sebagai tersangka. Padahal, Tony bertindak sebagai lawyer menjalankan tugasnya sebagai advokat dalam penanganan perkara sengketa kliennya itu.
Sengketa berawal dari putusan International Centre for Dispute Resolution (ICDR) pada Mei 2009 lalu, yang memerintahkan PT Sumi Asih untuk membayar sejumlah kewajiban kepada Vinmar Overseas, Ltd. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kemudian menetapkan putusan ini dengan meminta bantuan PN Bekasi melalui juru sita untuk melakukan sita eksekusi pada 2016.
Namun demikian, eksekusi terhadap aset PT Sumi Asih berupa tanah dan bangunan di Bekasi terhambat oleh penolakan dari PT Sumi Asih dengan alasan perbedaan nama perusahaan. Beberapa upaya sita eksekusi yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Bekasi rentang waktu Desember 2016 hingga Januari 2017 gagal dilaksanakan.
PT Sumi Asih berargumen bahwa ada perbedaan antara PT Sumi Asih dan PT Sumi Asih Oleochemical Industry. Namun, pengadilan menolak dalih ini dan menegaskan bahwa kedua perusahaan tersebut adalah entitas yang sama.
Meskipun ada penolakan dari pihak PT Sumi Asih, Mahkamah Agung (MA) dalam putusan peninjauan kembali tahun 2014 menegaskan kewajiban PT Sumi Asih untuk melaksanakan putusan ICDR. Ketidakpatuhan PT Sumi Asih terhadap perintah eksekusi membuat pihak Vinmar Overseas, Ltd. mengajukan permohonan perlindungan hukum ke Mabes Polri pada Desember 2017.
Sebagai advokat yang mewakili Vinmar Overseas, Ltd. Tony Budidjaja secara resmi melaporkan permasalahan ini ke Mabes Polri. Namun belakangan Tony diminta klarifikasi sehubungan adanya laporan polisi atas dugaan tindak pidana pengabaian perintah penguasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 216 KUHP. Dengan itikad baik, Tony pun kerap menanggapi dengan memberikan keterangan tiap mendapat undangan pemeriksaan dari pihak.
Namun pada 2023, Tony malah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana terkait dugaan tindak pidana pengaduan palsu dan atau pengaduan fitnah sebagaimana dalam Pasal 220 KUHP dan/atau Pasal 317. Penetapan tersangka ini mendapat kritik, karena dianggap tidak menghormati peran advokat dalam menjalankan profesinya
Dalam pembelaannya, Tony Budidjaja telah berulang kali menanggapi undangan klarifikasi dari Polres Metro Jakarta Selatan untuk membuktikan bahwa ia selalu kooperatif selama proses hukum berlangsung. Hingga kini status tersangka masih melekat, meski ia belum pernah didengar keterangannya secara resmi.
Kasus ini menimbulkan kekhawatiran terkait potensi kriminalisasi terhadap profesi advokat saat mereka bertugas membela kliennya baik di dalam maupun di luar pengadilan. Padahal, Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya telah menegaskan bahwa advokat tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata selama menjalankan tugasnya dengan iktikad baik baik di dalam maupun di luar sidang sebagaimana termaktub dalam Putusan MK No. 26/PUU-XI/2013 (pengujian Pasal 16 UU Advokat).
Singkat cerita, Tony pun menguji langkah kepolisian soal sah tidaknya penetapan tersangka melalui permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Dalam permohonanya, Tony mendalilkan Pasal 18 ayat (2) UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat menyebutkan, “Advokat tidak dapat diidentikkan dengan Kliennya dalam membela perkara Klien oleh pihak yang berwenang dan/atau masyarakat,” dikutip dari hukum online.com, Jumat (25/10) malam.
Mengacu aturan tersebut, tanggung jawab hukum terhadap tindakan laporan polisi pemohon semestinya berada pada klien pemohon selaku pemberi kuasa.Sebagai pemohon praperadilan, Tony menegaskan bahwa semua tindakan hukumnya untuk membela hak-hak kliennya, Vinmar Overseas, Ltd. Hal ini sesuai putusan International Commercial Dispute Resolution (ICDR) yang eksekusinya telah didukung oleh pengadilan di Jakarta Pusat dan Bekasi.
Laporan yang diajukannya ke Mabes Polri juga dilakukan dalam kapasitasnya sebagai kuasa hukum, bukan atas nama pribadi. Berdasarkan putusan yurisprudensi terkait, tindakan yang dilakukannya tidak dapat dianggap sebagai tindak pidana.Lagipula Tony melihat terdapat banyak kejanggalan sejak proses pemeriksaan hingga terbitnya surat penetapan tersangka.
Dalam permohonan prapepradilan, Tony meminta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan surat panggilan dan penyidikan yang dilakukan terhadap dirinya atas dugaan pengaduan palsu atau fitnah terhadap penguasa tidak sah secara hukum.Ia juga menuntut agar penetapan tersangka terhadap dirinya dibatalkan. Termasuk agar penyidik menghentikan penyidikan terhadap Tony Budidjaja.
Ia meminta agar martabatnya dipulihkan dan mengajukan tuntutan ganti rugi atas kerugian yang dideritanya selama masa penetapan tersangka tersebut. Namun, permohonan praperadilan ini dinyatakan gugur oleh Pengadilan Negeri Jakarta lantaran Jaksa Penuntut Umum cepat melimpahkan perkara pokoknya ke pengadilan. Padahal, Tony sudah meminta agar sidang praperadilan digelar terlebih untuk mendapatkan putusan.
“Belum diputus (perkara pra peradilan, red). Dianggap gugur karena JPU langsung melimpahkan perkara (ke pengadilan, red), meski kami sebelumnya sempat minta agar digelar dulu,” ujarnya saat dikonfirmasi, Jumat (25/10/2024).
Berdasarkan informasi, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menerbitkan menetapkan No.690/Pid.B/2024/PN.JKT.SEL tentang sidang perkara atas nama Tony Budidjaja dengan agenda pembacaan surat dakwaan digelar pada Selasa (29/10/2024) mendatang.
Padahal Tony hanya menjalankan tugasnya sebagai advokat sebagaimana dilindungi Pasal 16 UU Advokat jo Putusan MK No. 26/PUU-XI/2013. Selain itu, advokat tidak dapat diidentikkan dengan klien dalam penanganan perkara.(red)