MEDAN – Sudah hampir 3 bulan Steven Jauhari Hiu (34) meringkuk di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Lubukpakam, Deli Serdang atas kasus Pidana perpajakan yang sama sekali tidak diperbuatnya.
Mengenakan baju tahanan lapas, Steven yang ditemui, Senin (24/2/2025) siang, terlihat lebih kurus. Ia pun kerap menggaruk-garuk tubuhnya karena penyakit kulit yang dideritanya.
Pria yang lahir 28 Februari 1990 ini, akan berulang tahun pada 28 Februari masih berstatus tahanan titipan Jaksa sembari menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Lubukpakam sebagai terdakwa.
Didampingi kuasa hukumnya, Nicholas Sutisman SH MH, Steven mengisahkan awal mula dirinya disangkutpautkan hingga berujung ke penjara.
“Awalnya pada 2005 lalu, ayah kandung saya (Amin Jauhari Hiu) membuat sebuah perusahaan bernama CV Mercury, katanya untuk usaha ekspor impor. Namanya saya masih kelas 2 SMP tentu saya tidak mengerti dan mau saja dijadikan direktur di perusahaan itu,” beber Steven mengawali pembicaraan.
Singkat cerita, perusahaan yang dibangun bapak kandungnya itu ternyata bergerak di impor barang. Selama belasan tahun akhirnya terendus pihak Kanwil DJP Sumut I hingga Steven pun diperiksa karena statusnya sebagai direktur.
“Kalau gak salah itu pada 2022 lalu saya disuruh bapak saya menghadiri pemeriksaan ke kantor pajak, saya diberi sebuah dokumen dan minta saya untuk mempelajarinya agar tidak salah menjawab,” kata Steven.
Ternyata selama pemeriksaan panjang yang dilaluinya di kantor pajak itu, Steven baru menyadari bahwa dirinya selama ini dicatut dalam pengurusan pajak fiktif yang melibatkan 49 perusahaan.
“Akhirnya saya dan bapak saya ditetapkan sebagai tersangka, dua unit rumah kami disita negara karena kami harus mengganti kerugian negara,” kata warga Jalan Mesjid No. 71C Medan Kesawan, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan ini.
Steven melanjutkan, akhirnya melakukan upaya salah satunya meminta rumahnya mereka yang menjual agar dapat mengganti kerugian negara senilai Rp 7 miliar. Alhasil 1 unit diberikan dan akhirnya terjual senilai Rp 3 miliar. Uang penjualan rumah itu pun masuk ke rekening Amin, bapak Steven.
“Hasil pemeriksaan di kantor pajak kami harus mengganti kerugian negara sebesar Rp 10 miliar, uang itu dibebankan kepada kami dua padahal saya sama sekali tidak tahu menahu soal uang dari CV Mercury itu, saya hanya sekolah, kuliah, dan hanya jualan minuman,” bebernya lagi.
Namun yang membuat Steven sangat terkejut, dirinya dijemput penyidik dan kemudian diserahkan ke pihak kejaksaan dan langsung ditahan, sekira 20 November 2024 lalu. Anehnya, Amin sang bapak sama sekali tidak dilakukan penahanan yang sama. Mencuat dugaan kalau Amin telah mengganti kerugian dari hasil penjualan rumahnya itu, sementara Steven yang tidak memiliki uang menjadi tumbal dari kasus ini.
“Saya meminta keadilan, saya tidak tahu apa-apa. Saya mohon hakim dapat melihat fakta-fakta yang sebenarnya. Bila pun saya salah, saya siap bertanggung jawab tapi bapak saya harusnya ikut bertanggung jawab bukan saya saja yang harus dihukum,” tandas Steven yang kini mengidap penyakit diabetes ini.
Sementara, Nicholas Sutrisman SH MH selaku kuasa hukum terdakwa Steven Jauhari Hiu menjelaskan bahwa Steven tidak terlibat dalam kasus penerbitan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya (TBTS) ini.
“Sebab katanya, Steven Jauhari Hiu dari awal tidak pernah mengetahui bahwa faktur pajak yang ditandatanganinya itu merupakan faktur pajak yang TBTS. Klien kami baru mengetahui terjadinya faktur pajak tidak berdasarkan transaksi sebenarnya yang dioperasionalkan ayah kandungnya, ketika dalam tahapan penyidikan di Kanwil Pajak DJP Sumatera,” beber Nicholas Sutrisman.
Diketahui, JPU dalam surat tuntutannya menuntut terdakwa Steven Jauhari Hiu dengan Pasal 39A huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU Republik Indonesia Nomor 06 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2001 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dengan 4 tahun penjara dan denda sebanyak 20 Miliar atau penjara pengganti 1 tahun 6 bulan.
Nicholas juga menegaskan, bahwa semua orang yang beritikad membuat transaksi yang tidak sebenarnya harus disidangkan. Jangan orang yang hanya menandatangani dokumen transaksi yang tidak sebenarnya dituntut 4 tahun penjara.
“Seharusnya 46 perusahaan lain yang menggunakan jasa CV Merkuri juga harus disidangkan, kenapa hanya 3 saja, ini kan janggal” tegasnya.
Sesuai surat tuntutan jaksa penuntut umum, didapatkan informasi Berikut yaitu 49 perusahaan yang menggunakan jasa CV Merkuri, berdasarkan surat tuntutan JPU masing-masing PT. Belto Links Engineering, CV Aluminium Permai Abadi, CV. Anugerah Makmur, CV. Belawan Indah, CV. Ceha Engineering, CV Mandiri Sukses, CV. Mitra Sejati, CV. Multi Sari, CV. Putra Anugerah, CV. Tanjung Industri Prima, CV. Winnes, Dharmasraya Lestarindo, Djaa Harapan, Duta Vicory Lestarindo, FA. Sinar Makmur.
Kemudian, Livio Handi, Palme Surya Lestari, Poliwanda Wijaya, PT Aneka Ragam Eng, PT. Anugerah Citra Cipta, PT. Asia Raya Foundry, PT. Bina Pemuda, PT. Dasayega Inter Pratama, PT Duta Marga Lestarindo, PT. Gearindo Mulia Kencana, PT Graha Synergy Alam, PT. Gunung Selamat Lestari, PT. Horas Bangun Persada, PT. Inno-Wangsa Oils & Fats, PT. Jaya Alumindo Perkasa, PT. Kokai Indo Abadi, PT. Radio Kardopa, PT. Radio Vom Sumatera FM.
Selanjutnya, PT. Samudera Sawit Nabati, PT Sarana Utama Coorperation, PT. Sinar Cipta Kreasi, PT. Sinar Intiberkah Sejahtera, PT. Star Light Everindo, Chemical Industries, Suminsurya Mesindolestari, PT. Surya Sejahtera Metalindo Lestari, PT. Waruna Nusasentama, PT. Elektrisindo, PT. Graha Prima Mesindo, Sinar Alaska Sejahtera, Surya Controtama Indah, PT. Tales Inti Sawit, Simpang Kanan Lestarindo, Wisuindo Jaya, dan PT Tri Perdana.
Terpisah, Lucy Yuliani Humas Kanwil DJP Sumut I, ketika dikonfirmasi ke ponsel pribadinya mengatakan, Terkait hal tersebut, yang bisa kami sampaikan bahwa tersangka lainnya dalam kasus ini telah melunasi pajak yang terutang, sehingga penyidikan tindak pidana perpajakannya bisa dihentikan sebagaimana diatur pada Pasal 44B KUP.
“Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan.
Pengajuan penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud diatas dapat dilakukan setelah Wajib Pajak atau Tersangka melunasi kerugian pada pendapatan negara yaitu jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan/atau jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak ditambah sanksi administrasi berupa denda sebesar 3 (tiga) kali jumlah pajak tersebut,” Senin (24/2) sore.
Kasus ini masih bergulir di PN Lubuk Pakam dan besok, Selasa (25/2/2025) masih akan berlangsung dengan agenda duplik.(tim)