Lintas Mengabarkan
Ikln bapend batubara

Usai Dilaporkan, Kasus Direktur PT SMC di SP3 Poldasu Ada Apa?

MEDAN – Diduga menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi, Direktur PT Metal Sukses Cemerlang (MSC) dilaporkan ke Polda Sumut atas dugaan tindak pidana penggelapan dalam jabatan. Namun belakangan, Polda Sumut mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3) dalam kasus tersebut dengan dalih tidak memenuhi unsur tindak pidana.

Diketahui, Djunawan Jakop dilaporkan ke Polda Sumut dengan dugaan penipuan penggelapan dalam jabatan, dengan nomor STTLP/B/863/V/2021/ SPKT/Polda Sumut, 20 Mei 2021 dan ditangani penyidik unit 2 Subdit IV/Renakta Polda Sumut. Ia dilaporkan oleh Ngariaynto adalah salah satu Pemegang Saham PT MSC diwakili oleh Nining Karmila Sitepu.

Kuasa Hukum Ngariyanto, Salim Halim mengatakan, terlapor diduga telah mengambil uang sebesar Rp. 808.500.000 tanpa hak telah memenuhi unsur unsur dugaan tindak pidana penggelapan dalam jabatan.

Kasus ini bermula ketika terlapor Djunawan jakob menyelenggarakan RUPS LB pada tanggal 23 April 2020 yang dihadiri oleh Bryan Jacob, Udin Tantoso, dan Geoffrey. Disana, mereka membuat keputusan bahwa perusahaan tidak lagi beroperasional oleh sebab itu perseroan akan dihadapkan pada persoalan pemutusan hubungan kerja dan hutang-hutang pada bank. Atas hal tersebut, ketua rapat mengusulkan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja dan pembayaran kewajiban hutang di bank dan atas usul tersebut peserta rapat setuju dengan suara bulat.

“Jadi dalam rapat tersebut untuk membayar pesangon atas hak-hak karyawan yang akan di PHK. Direksi mengusulkan bahwa akan dibayar melalui piutang-piutang perseroan, tagihan-tagihan dari perseroan dan apabila tidak cukup, melalui penjualan aset perseorang, dan
atas hal tersebut peserta rapat setuju dengan suara bulat,”kata Salim kepada wartawan di kantor Hukum Salim Halim di Jalan Merbabu Medan. Selasa (16/4).

Nah, setelah usulan itu. Sesuai laporan keuangan Bulan Mei 2020, terdapat rincian pengeluaran kas perusahaan untuk Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) II yang dimana rincian tersebut sejumlah Rp 3,062,544,000 (tiga milyar
enam puluh dua juta lima ratus empat puluh empat ribu) dan salah satu penerima pesangon adalah Terlapor Djunawan Jakob sebesar Rp. 808.500.000. Pemberian Pesangon kepada Terlapor Djunawan Jakob, kata dian, harus sesuai ketentuan UUPT yaitu seorang direktur dapat diberhentikan melalui RUPS maupun pengunduran diri oleh direktur terkait, kedua cara tersebut merupakan cara yang SAH seorang direktur diberhentikan.

Namun dalam hal ini Djunawan Jakob tidak pernah diberhentikan secara ketentuan UUPT, namun namanya tercantum dalam daftar penerima pesangon sejumlah Rp 808,500,000. Dengan dikeluarkan uang perusahaan sebesar Rp 3,062,544,000 untuk Pesangon PHK II sesuai dengan laporan keuangan bulan Mei 2020 dan salah satu penerima pesangon adalah Terlapor Djunawan Jakob dengan nilai sebesar Rp. 808,500,000 yang tanpa hak, telah memenuhi unsur pidana Penggelapan Dalam Jabatan.

Atas perisitiwa tersebut korban Ngariyanto melaporkan dugaan tindak pidana penggelapan ralam jabatan ke Poldasu sesuai Laporan Polisi Nomor: LP/B/863/V/2021/SPKT/POLDA SUMUT tanggal 20 Mei 202.

“Perkara tersebut awalnya ditangani oleh Penyidik Subdit IV Renakta Polda Sumut dan setelah melakukan pemeriksaan terhadap saksi korban dan terlapor. Dan kemudian penyidik melakukan gelar perkara dengan rekomendasi menghentikan penyelidikan karena bukan merupakan tindak pidana. Ini yang kita pertanyakan, ada apa,”seru dia.

Atas SP3 itu, lanjut dia, korban kemudian kuasa hukum Korban membuat DUMAS ke Kabagwasidik Polda Sumut agar melakukan gelar perkara terhadap penghentian penyelidikan perkara dibuka kembali dan pada tanggal 25 Februari 2022 dilakukan gelar perkara namun penyidik tidak mengirimkan SP2HP gelar perkara kepada Korban maupun kuasa hukum. Kemudian, kata dia, penyidik mengirimkan surat undangan klarifikasi kepada korban Ngariyanto.

“Selanjutnya kuasa hukum mengirimkan surat mohon gelar perkara ke Dirreskrimum Poldasu dimana gelar perkara dilakukan pada tanggal 07 Juli 2022 namun penyidik tidak menyampaikan SP2HP gelar perkara. Lalu setelah melaksanakan gelar perkara, penyidik mengirim surat Undangan RJ yang dilaksanakan pada tanggal 03 Agustus 2022 namun korban Ngariyanto tidak menghadiri undangan tersebut. Selanjutnya Penyidik mengirimkan pemberitahuan perkembangan penyelidikan yaitu penanganan perkara yang sebelumnya ditangani oleh Unit 2 Subdit IV Renakta Ditreskrimum Poldasu dilimpahkan ke Penyidik Subdit III Jahtanras Ditreskrimum Poldasu,”sebutnya.

Setelah itu, sambung dia, pada tanggal 24 Agustus 2022 dilaksanakan gelar perkara khsusus terhadap 6 Laporan Polisi PT MSC namun penyidik tidak memberikan SP2HP gelar perkara. Sehingga, kuasa hukum surat mohon gelar perkara ke Karowasidik Mabes Polri dibawah Nomor: 2097/PJPMDN/LGL/RLH/IX/2022 tanggal 8 September 2022, dikarenakan penyelidikan perkara tersebut telah menyita waktu 1 tahun lamanya tanpa kepastian hukum.

Surat pun mendapat respon, tidak lama kemudian penyidik mengirimkan undangan gelar perkara Nomor: B/7903/VIII/Res.1.11/2023/Ditreskrimum tanggal 08 Agustus 2023 yang dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 11 Agustus 2023. Lalu, setelah gelar perkara tanggal 11 Agustus 2023, Penyidik mengirimkan undangan mediasi Nomor:B/8864/IX/Res.1.11/2023/Ditreskrimum tanggal 01 September 2023 yang akan dilaksanakan pada tanggal 08 September 2023. Selanjutnya, penyidik mengirimkan pemberitahuan perkembangan
penyelidikan etelah melaksanakan gelar perkara tanggal 11 Agustus 2023, melakukan mediasi antara pelapor dan terlapor pada hari Jumat tanggal 08 September 2023.

Namun dikarenakan belum mendapat respon dari Karowasidik Mabes Polri terkait permohonan gelar perkara, kuasa hukum mengirimkan surat mohon tindak lanjut permohonan gelar perkara Nomor: 0023/PJPMDN/LGL/RLH/I/2024 tanggal 10 Januari 2024. Dan selama periode bulan November 2023 sampai dengan Februari 2024,
kuasa hukum mendatangi penyidik untuk mencaritahu informasi tindaklanjut, dan penyidik menyatakan secara lisan akan melakasanakan gelar perkara guna kepastian hukum namun tidak menyebutkan jadwal gelar perkara.

Kemudian, penyidik mengirimkan pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan melalui chat WhatsApp yang pada pokoknya menerangkan “Penyidik akan melakukan Gelar Perkara untuk memberikan Kepastian Hukum”.

“Setelah menerima pemberitahuan penyidik akan melaksanakan gelar perkara, kuasa hukum mengirimkan surat mohon penundaan gelar perkara ke Dirreskrimum Poldasu Nomor: 0584/PJPMDN/LGL/RLH/III/2024 tanggal 06 Maret 2024 dikarenakan kuasa hukum telah mengirimkan permohonan gelar perkara ke Karowasidik Mabes Polri dan apabila Kabagwasidik Poldasu tetap melaksanakan gelar perkara, mohon kami di undang.

Akan tetapi, alangkah terkejutnya korban, penyidik mengirimkan melalui Tiki tentang pemberitahuan penyelidikan Nomor: : B/574/III/2024/Ditreskrimum, tanggal 28 Maret 2024 yaitu Penyidik Unit 4 Subdit 3 DItreskrimum Poldasu dengan upaya melakukan gelar perkara pada hari Kamis tanggal 07 Maret 2024 dimana Rekomendasi hasil dari gelar perkara dihentikan penyelidikannya karena “Bukan Merupakan Peristiwa Tindak Pidana”.

“Jadi kami berharap agar Kapolri melihat kasus ini. Kami menduga, ada ketidak profesionalan penyidik dalam perjalan kasus ini. Sehingga kami akan terus melakukan upaya hukum hingga keadilan dapat ditegakan,”pungkasnya.(ahmad)

Tinggalkan komen

Alamat email anda tidak akan disiarkan.