MEDAN – Setelah lima bulan lahan tempat mereka mencari nafkah dipagari oknum pangacara dengan kawat berduri, petani Sergai di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, kembali memberanikan diri untuk melakukan penanaman padi. Hal ini mereka lakukan lantaran mereka sudah tidak bisa mememuhi nafkah keluarga mereka.
“Ini tanah kami, dari zaman nenek kakak kami. Tanah ini sudah kami kuasai dari puluhan tahun dan kini dipagari oleh oknum pengacara. Kenapa kami tidak dikasih masuk, siapa mereka. Sekarang kami tidak bisa mencari nafkah,”teriak emak-emak petani sambil berurai air mata di lokasi, Senin (30/10).
Salah seorang Petani, Js mengatakan, jika oknum pengacara menyebut tanah mereka menguasai tanah tersebut berdasarkan surat eksekusi seluas 12 hektar atas putusan Pengadian Negri (PN) Lubuk Pakam. Namun mereka memagari tanah tersebut hingga 48 hektar.
“Okelah kalau memang dari 48 kektar itu 12 hektar telah dikabulkan dan dieksekusi oleh pengadilan. Tapi kenapa, dari putusan eksekusi 12 hektar itu, mereka memagari tanah kami hingga 48 hektar. Emangnya siapa dia, bisa punya tanah seluas ini,” kata Js saat diwawancarai wartawan.
JS pun menyebut, jika masyarakat memiliki 36 hektar lahan sawah di lokasi dengan kepemilikan lebih kurang 35 keluarga. Namun bagai mana bisa satu nama mengataskan namakan oknum pengacara bisa memiliki tanah hingga 48 hektar.
“Mereka bilang tahapa-hapa, yang apalah. Yang jelas selama ini kami tidak pernah diganggu, kami bertani disini berpuluh-puluh tahun. Tapi sekarang mereka sudah habis mengambili tanah kami satu – persatu mengatasknamakan pengacara,” sebut dia.
Untuk itu, ia dan masyarakat tani Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, mengambil sikap untuk kembali menanam padi di lokasi. Sebab, mereka tidak mau berdiam diri atas kezoliman yang terjadi.
“Bantu kami pak Jokowi, lihatlah penderitaan kami petani di Sergai ini. Tidak ada satupun pemerintah dari Bupati Camat dan Desa membantu kami, mereka tidak pernah berdiri melindungi rakyat,”lirih mereka sembari meneriakan nama Presiden Jokowidodo.
Sementara itu, di lokasi yang sama, seorang pengacara yang belakangan diketahui bernama Rustam Efendi datang melakukan pengecekan terhadap masyarakat yang sedang bertani. Ia menyebut jika tanah ini adalah tanah mereka yang mereka kuasai berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam.
“Kita punya putusan pengadilan dari pengadilan negeri. Jadi tanah ini sudah ingkrah di pengadilan dan telah memiliki surat eksekusi dari Pengadilan Negri Lubuk Pakam,”kata pria mengaku sebagai pengacara bernama Rustam Efendi saat di lokasi, Senin (30/10).
Ucapan itupun langsung ditimpali para petani. Masyarakat tani pun bertanya, berapa lahan yang dieksekusi. Rustam pun menjawab berdasarkan putusan pengadilan yang dieksekusi seluas 12 hektar. Namun dalam gugatan itu, mereka menggugat hingga seluas 48 hektar.
“Jadi pemilik tanah mengatakan, meski beliau sudah meninggal, tanah 48 hektar ini adalah tanah mereka. Meskipun yang dieksekusi seluas 12 hektar,”ungkapnya.
Ketika disinggung, apakah pihak pengacara memiliki surat ekseskuai seluas 36 hektar diluar dari 12 hektar tersebut. Ia mengaku ada, namun di kantor mereka di Medan.
“Saat ini tidak ada sama kami, kalau memang mau datanya, mari duduk bersama. Agar kami tidak salah, abang tidak salah dan tidak ada yang salah,”sebut dia.
Pun demikian, ketika kru koran ini mendesak dasar pengacara memagar tanah tersebut. Ia lagi-lagi tidak bisa memberinya kepada wartawan.
Kembali dicerca, apakah masyarakat boleh menanam padi. Iapun langsung mengatakan tidak. Jika mereka nekat maka akan dilaporkan ke Polres. Ucapan itupun langsung diteriaki para petani.
“Silahkan-silahkan, silahkan laporkan kami,”teriak masyarakat kepada pihak pengacara Benny Halim.
Pantauan di lokasi, terlihat masyarakat tetap melakukan penanaman padi di area tanah mereka. Bahkan mereka akan terus melakukan penanaman seperti biasa.
Namun sayang, pihak KepalaDesa Sei Nagalawan, ketika akan dikonfirmasi terkait permasalahan tersebut, ia sedang tidak di kantor. Begitu juga, kepala lingkungan (kepling) ia tidak bisa ditemui wartawan.
Sebelumnya, pasca terduga mafia tanah memasang plang di tanah petani di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, petani disana tidak bisa mencari nafkah untuk keluarga mereka. Sebab, mereka takut untuk measuk ke lahan mereka sendiri.(ahmad)